Program
pemerintah dalam memberikan sistem pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat
tidak mampu merupakan salah satu tujuan dalam menjalankan visi dan misi
pemerintah dibidang kesehatan. Sejak diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jaminan
Kesehatan Masyarakat) yang dimulai tahun 2008 sampai dengan saat ini, masyarakat sudah bisa merasakan manfaatnya, apalagi ditambah dengan program Jaminan Persalinan yang
berlaku diseluruh pelayanan kesehatan pemerintah seperti Rumah Sakit,
Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya yang perlu didukung dan dipantau secara terus menerus.
Melalui program
Jaminan kesehatan tersebut pemerintah memberikan Kartu kepada masyarakat tidak
mampu berdasarkan data yang diambil dari BPS agar sesuai, tepat sasaran dalam
penerimaan dan tepat dalam penggunaannya, serta sosialisasi kepada sarana
pelayanan kesehatan.
Namun
demikian, rumor dan opini masyarakat mengenai penolakan sejumlah pasien
pemegang kartu Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) kian waktu semakin
banyak bermunculan di media massa baik cetak maupun elektronik, bahkan situs
jejaring sosial seperti akun facebook
dan twitter juga menjadi ajang
masyarakat mem-boombardir komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan
gratis kepada masyarakat. Lalu bagaimana
sebenarnya komitmen dari petugas pelayanan kesehatan dalam menerima pasien
Jamkesmas?
Dimana-mana
kata penolakan sering diartikan sebagian orang sebagai sebuah konotasi kata
yang mengarah kepada “tidak menerima sama
sekali” bahkan terkesan seperti menolak mentah-mentah. Namun disebalik
penolakan yang kerap dilakukan oleh petugas pemberi pelayanan kesehatan,
memiliki arti yang terkadang juga orang tidak memahami, sehingga kerap kali
orang yang tidak memahaminya akan menyampaikan kepada siapapun tentang
penolakan tersebut. Barangkali inilah yang terjadi beberapa pekan ke belakang
dari sebuah rumah sakit pemerintah yang dikabarkan menolak pasien Jamkesmas.
Secara prosedural
pasien pemegang kartu jamkesmas memang diberikan pelayanan secara gratis di
tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. Akan tetapi
setiap tempat pelayanan kesehatan memiliki aturan yang berbeda dan barangkali
ini sudah kita maklumi bersama, yaitu :
1. Pemegang kartu Jamkesmas yang berobat di
Puskesmas gratis tanpa ada biaya sepeserpun
2.
Pemegang kartu jamkesmas yang berobat di Rumah
Sakit :
a. UGD (Unit Gawat Darurat). Pasien Jamkesmas tidak
harus membawa rujukan dari puskesmas jika pasien tersebut dalam kondisi gawat.
b. Poli Rumah Sakit. Pasien harus membawa surat
rujukan dari puskesmas, jika tidak membawa rujukan maka pasien tersebut tidak
bisa menggunakan kartu jamkesmas-nya (umum).
3. Diluar pemegang/ pemilik kartu jamkesmas maka,
kartu Jamkesmas tidak dapat dipergunakan/ pindah tangan kepada siapapun
(kecuali ada kebijakan yang diatur di dalam tata cara perubahan dan pergantian
data dari pusat).
Apabila kita
perhatikan beberapa point diantara beberapa prosedur tentang berlakunya kartu jamkesmas
bagi pemegang kartu jamkesmas, tentu hal ini sudah dapat dijadikan sebagai
acuan di dalam prosedur penerimaan pasien di tempat pelayanan kesehatan.
Rumah sakit
yang diberitakan menolak pasien jamkesmas pada dasarnya sudah menerapkan dan
melakukan sosialisasi mengenai prosedur dan tata cara penerimaan pasien
jaminan. Masalahnya pasien yang tidak mengerti dengan komitmen dari petugas
pelayanan kesehatan yang menerapkan aturan seperti di atas banyak yang belum memahami
dengan sepenuhnya bagaimana aturan dan prosedur jaminan kesehatan bagi pemegang
kartu jamkesmas. Sehingga pada akhirnya mereka sebagai pasien pemegang kartu
jamkesmas merasa ditolak oleh petugas dari rumah sakit.
Kesalahan dari
pihak rumah sakit yang fatal sehubungan dengan rumor serta opini publik tentang
penolakan pasien jamkesmas adalah, rumah sakit tidak/ belum membuat sosialisasi
secara terbuka baik melalui iklan, reklame, atau tulisan-tulisan sederhana
tentang prosedur penerimaan pasien jamkesmas yang benar. Disisi lain pelayanan
kesehatan tingkat dasar seperti puskesmas juga jarang memberikan sosialisasi
yang demikian kepada setiap pasien, apabila pemegang/ pemilik kartu hendak
berobat ke rumah sakit.
Komitmen tetaplah sebuah komitmen yang harus dipertahankan apabila itu sudah menjadi prosedur yang benar, akan tetapi jangan sampai komitmen dari pelaksana lapangan si setiap pelayanan kesehatan menjadi boomerang bagi nama baik sebuah instansi rumah sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar